Kamis, 13 Mei 2010

diantara nikmat terbesar yang kita sering lalai dan lupa darinya dan malas mewujudkannya adalah nikmat ukhuwwah. Nikmat Al-Ukhuwwah ini Allah sebutkan di dalam ayat-Nya, -di mana pada ayat ini Allah memerintahkan kita untuk terus mengingatnya dan tentu tidak sebatas mengingat dengan disebutkan melalui lisan kita, tetapi mengandung perintah untuk kita pandai-pandai menjaga dan memeliharanya-. Allah subhanahu wata’ala menyatakan:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah[1], dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah tersebut sebagai orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang an-nar, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran: 103)

dengn ayat ini kita hendaknya ingat. Dulu kita sangat awam dengan diin ini, bahkan nilainya bukan nol tapi minus karena memahami diin ini dengan menyimpang, kemudian Allah mengkaruniakan kita ilmu dan baru sangat sedikit yang kita pelajari. Dulu barangkali sebagaian kita berkubang dengan semangat hawa nafsu, entah itu kelompok, partai atau lainnya. Dan sekarang kita tahu bahwa persatuan itu adalah dengan ikatan diin Islam diatas manhaj dan aqidah yang benar. Dan kita juga perlu ingat, bisa jadi kita sudah berada di tepi jurang neraka, karena kemaksiatan dan penyimpangan yang kita lakukan, lalu ALlah menunjuki kita untuk berislam dan berusaha memahami diin ini dengan pemahaman para shahabat, generasi pendahulu yang shalih. Kita perlu sering menginat itu dan mensyukurinya dan terus berusaha menjaganya dengan sebaik-baiknya. Kita perlu mengingat kembali hadits yang menyatakan bahwa Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berempati adalah bagaikan satu tubuh. Jika satu anggota tubuh itu merasakan sakit maka seluruh tubuh turut terjaga dan merasa demam” (HR Muslim).

“(Sikap) seorang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan bangunan, satu sama lain saling menguatkan” (HR Bukhari dan Muslim).

t Al-Imam Al-Hasan bin Abil Hasan Al-Bashri rahimahullah -salah seorang ulama kibar dari kalangan tabi’in-, beliau mengatakan :

يَا أَهْلَ السُّنةِ تَرَفَّقُوْا رَحِمَكُمُ الله فَإِنَّكُم أَقَلُّ النَّاسِ.

“Wahai sekalian Ahlussunnah, bersikap baik dan lembutlah di antara kalian, mudah-mudahan Allah memberikan rahmat-Nya kepada kalian, karena kalian adalah golongan umat manusia yang paling sedikit.”(Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Lalika`i dalam Syarhu Ushuli I’tiqadi Ahlis Sunnah).

Beliau mengucapkan ucapan ini dahulu pada masa tabi’in, -masa yang masih dekat dengan masa kenabian- sudah merasakan adanya Al-Ghurbah (keterasingan) dan sedikitnya Ahlussunnah, padahal dahulu Ahlus Sunnah mengalami puncak kejayaannya, aqidah Ahlussunnah tersebar di tengah umat, tetapi seorang imam yang mulia ini merasakan sesuatu yang tidak kita rasakan pada kondisi kita hidup sekarang ini, padahal kondisi kita hidup sekarang ini jauh lebih terpuruk, kondisi tauhid dan sunnah ini semakin asing di tengah umat. Ahlussunnah semakin asing dan sedikit dibanding kemungkaran dan kebatilan yang tersebar. Kira-kira apa yang dirasakan oleh Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri ketika melihat kondisi umat sekarang?
----
Dalam kita berinteraksi dengan sesama muslim yang berusaha meniti jalan sunnah ini, amat banyak aral rintangan dan godaan. Amat banyak bsisikan2 syaithon yang mengajak kita untuk berpecah belah, salaing memusuhi dan saling mendengki. Kita menjadi tidak perduli dengan saudara kita sesama muslim.
Akibatnya, manakala kita melihat saudara kita kekurangan, kita enggan membantu, alasannya: saya sendiri sedang terlilit masalah. Manakala kita melihat saudara kita yang masih asing di masjid, berhari-hari shalat bareng, tapi kita enggan menyapanya, nggak pingin tau siapa dia. Lebih parah lagi dalam yang namanya berserikat, saling kerjasama dalam masalah usaha. Aktifitas yang seharusnya memupuk ukhuwwah justru sebaliknya. Yang satu dianggap berkhianat, yang satu saling menjatuhkan yang lain, satu sama lain saling menjelekkan, masing-masing ingin menang tidak mau mengalah, hanya karena pergesekan dalam masalah keduniaan, bukan manhaj atau aqidah, merekapun saling berpecah hatinya, sekalipun lahirnya kalau ketemu mengucap salam dan bersalaman. Fenomena yang menyedihkan juga terjadi dikalangan ummahat, ibu/ibu maupun perempuan , dimana satu sama lain saling mengghibah, saling menjelek-jelekan, satu info keburukan disebarkan dan infonya menjadi seribu macam tambahannya, tiada nampak bentuk kasih sayang dan saling mencintai.

untuk itulah kita perlu mengetahui nikmat ukhuwwah itu, keutamaannya, hal-hal yang bisa menumbuhkan ukhuwwah dan seblaiknnya kita juga perlu mengetahui hal-hal yang bisa merusak ukhuwwah islaimiya agar kita terjauh dari keburukan itu.

Di antara yang bisa saya sebutkan dalam kesempatan ini adalah ayat Allah subhanahu wata’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang selalu menegakkan kebaikan karena Allah, menjadi para saksi yang bersaksi dengan sikap yang adil, dan janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk bersikap tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ma’idah: 8)

Ayat ini mengandung perintah kepada kita kaum mu’minin agar kita tidak terjerumus kepada perbuatan zhalim. Di antara perbuatan kezhaliman tersebut adalah sikap tidak adil ketika kita menyikapi suatu permasalahan atau menyikapi saudara kita, maka Allah subhanahu wata’ala menyatakan:

كُونُوا قَوَّامِينَ

“jadilah kalian orang-orang yang selalu menegakkan kebaikan”,

شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ

“para saksi yang bersaksi dengan sikap yang adil”,

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا

“janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk bersikap tidak adil”.

Sering kita mendapati di antara amalan yang merusak Al-Ukhuwwah adalah sikap tidak adil di dalam menyikapi saudara kita. Sikap tidak adil dalam menyikapi saudara kita ini banyak bentuknya. Di antara yang bisa saya sebutkan adalah antara lain: kalaua kita sedang berkawan, antara teman atau saudara atau istri kita hubungannya baik dan mesra, pada saat hubungan itu masih baik, kepentingan masing-masing masih terpenuhi, maka di saat itu betapa indahnya Al-Ukhuwwah. Masing-masing bisa menjaga saudaranya, menjaga harga diri dan aib saudaranya. Nampak darinya dan tidak keluar dari lisannya tentang saudaranya kecuali yang baik dan gambaran yang indah. Namun ketika sebagian kepentingan duniawinya terhalang, mulai sakit hati atau pernah tersinggung, maka hilang semuanya atau sebagiannya atau sebagian besarnya. Sudah mulai upaya untuk menjatuhkan saudaranya, tetangganya, atau yang lainnya. Itu sudah mulai dilakukan.

Tentu ini merupakan kezhaliman yang dilarang di dalam syari’at Islam. Bersikap adillah ketika berteman, bersikap adillah ketika bertetangga, bersikap adillah ketika bermuamalah, berhubungan dalam bentuk apapun, termasuk dalam hubungan rumah tangga. Karena sikap adil itu -yang dengan izin Allah bisa menjauhkan diri kita dari sikap zhalim- adalah ciri, kriteria dan sifat yang mulia dari seorang mu`min. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berbagai haditsnya mengingatkan tentang beberapa sikap dan amalan yang dapat merusak Al-Ukhuwwah.

Dalam hadits riwayat Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا ولاتدابروا ولايبع بعضكم على بيع بعض وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا المسلم أخو المسلم لايظلمه ولايحقره ولايخذله التقوى هاهنا التقوى هاهنا التقوى هاهنا بحسب امرئ من الشر أن يحقرأخاه المسلم كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه.

“Janganlah kalian saling hasad, saling berbuat najasy, saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah salah seorang di antara kalian menjual barang yang sudah terjadi transaksi jual beli oleh orang lain, jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara, seorang muslim itu saudara bagi musliam yang lain, tidak boleh menzhaliminya, merendahkannya, membiarkannya (tidak peduli padanya), taqwa itu tempatnya di hati, taqwa itu tempatnya di hati, taqwa itu tempatnya di hati, cukuplah seseorang itu dikatakan telah berbuat kejelekan manakala telah merendahkan saudaranya sesama muslim, setiap muslim atas muslim yang lain itu haram darahnya, harta, dan kehormatannya.

Hadits ini sangat mulia, sangat penting untuk selalu kita mengingatnya, terkhusus di antara sesama Ahlussunnah, karena memang Ukhuwwah Sunniyyah Manhajiyyah yang didirikan di atas aqidah itu mahal sekali. Di tengah-tengah umat berukhuwwah karena kepentingan dunia, kepentingan suku, organisasi, kepentingan madzhab, dan yang lainnya. Maka Ahlussunnah yang sangat sedikit dan Ghuraba’ (asing) ini, mendirikan ukhuwwahnya di atas Al-Kitab dan As-Sunnah.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لَا تَحَاسَدُوا

“jangan kalian saling mendengki (hasad).”

Hal ini diingatkan karena memang Allah itu lebih mengutamakan sebagian hamba-Nya terhadap hamba-Nya yang lain dalam nikmat dan karunia yang Allah berikan. Allah berikan kepada si fulan dari sisi fisik, kenikmatan dari sisi rezeki dan kelapangan, kelebihan ilmu dan kepandaian, dan berbagai bentuk kelebihan yang tidak diberikan kepada yang lainnya. Sehingga janganlah terjatuh ke dalam perbuatan hasad.

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ.

“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.” (Al Qashahsh: 68)

Allah subhanahu wata’ala menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan memilih di antara hamba-hamba-Nya siapa yang pantas untuk diberikan keutamaan dan kelebihan. Kehendak Allah subhanahu wata’ala bersifat mutlak dan tidak dibatasi oleh kehendak siapapun. Perkara hasad merupakan perkara yang merusak Al-Ukhuwwah.

Penyakit hasad adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya kemaksiatan pertama yang dilakukan hamba-hamba Allah. Tidaklah Iblis menggoda Adam dan Hawwa kecuali disebabkan oleh hasad dan dengki. Begitu juga kemungkaran dan kebathilan yang ada di muka bumi ini, mayoritasnya disebabkan oleh hasad. Barangsiapa yang Allah berikan padanya nikmat, bersyukurlah kepada-Nya, tidak boleh menganggap remeh dan merendahkan yang lainnya. Begitu pula sebaliknya, barangsiapa yang belum Allah berikan nikmat-nikmat tersebut, maka jangan dengki kepada saudaranya karena hasad dan dengki itu bisa menghilangkan dan merusak nikmat yang Allah berikan kepada kita.

Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَلَا تَنَاجَشُوا

“janganlah kalian saling najasy.”

Yaitu transaksi yang dikenal di masa kita ini sebagai lelang, dalam bentuk diutusnya beberapa orang (pesuruh) oleh seorang pedagang yang dengan sengaja menawar suatu barang dagangan si pedagang yang menyuruhnya tadi dengan harga yang lebih tinggi padahal dia sendiri tidak ada keinginan untuk membeli barang tersebut. Hal ini dilakukan untuk menipu pembeli yang lain agar menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

Dunia itu tidak bernilai, tetapi terkadang bisa merusak dan menghancurkan hal-hal yang menguatkan Al-Ukhuwwah.

Tidak kalah pentingnya juga peringatan kepada para ummahat (ibu-ibu), karena mereka juga tidak kecil peranannya dalam merusak Al-Ukhuwwah. Dan di antara perkara yang bisa merusak Al-Ukhuwwah yang sering terjadi di antara suami dan istri adalah ghibah, definisi ghibah adalah:

ذكرك أخاك بما يكره وهو فيه

“menyebutkan aib saudaranya yang saudaranya itu benci untuk disebutkan aibnya dalam keadaan aib itu benar ada.”

Jika ternyata aib itu tidak ada pada saudaranya, maka disebut buhtan. Seperti ketika seorang suami-istri datang dari ta’lim, setelah pulang dari ta’lim justru mengghibahi saudaranya, ketika pulang dari ta’lim justru menceritakan anak ikhwan lain yang ngompol atau yang lainnya. Tutuplah aib saudaramu sebagaimana dalam hadits:

مَنْ سَتَرَ مُؤْمِنًا سَتَرَهُ اللَّهُ في الدنيا والآخرة

“Barangsiapa yang menutup aib seorang mu’min, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat.”

Dan yang lainnya dari bentuk amalan yang bisa merusak Al-Ukhuwwah. S